ANALISIS KUMPULAN CERPEN “SETUBUH SERIBU MAWAR” KARYA YANUSA NUGROHO DALAM PENDEKATAN PRAGMATIK

Abstrak
                Dalam kumpulan cerpen ini banyak cerpen yang menceritakan tentang kehidupan dan tanda-tanda yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat, menurut kelompok kami kumpulan cerpen ini boleh dibaca oleh kalangan remaja dan usia dewasa, dan misalnya dibaca oleh anak kecil maka harus ada pendampingan.
Penelitian ini mengungkapkan bentuk  pragmatic dalam  kumpulan cerpen  "Setubuh Seribu Mawar ” karya yanuasa nugroho yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana penerapan kritik sastra pragmatis dalam kumpulan cerpen “Setubuh Seribu Mawar” karya Yanusa Nugroho (2) Petanda sosial “semiotika sosial” apa sajakah yang terkandung dalam kumpulan cerpen “Setubuh Seribu Mawar” karya Yanusa Nugroho.
Sesuai Rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah  Menjelaskan penerapan kritik sastra pragmatis dalam kumpulan cerpen “Setubuh Seribu Mawar” karya Yanusa Nugroho.Menjelaskan petanda sosial “semiotika sosial” yang terkandung dalam kumpulan cerpen “ Setubuh Seribu Mawar” karya Yanusa Nugroho.
  


PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan komunikasi antara sastrawan dan pembacanya. Bentuk komunikasi itu berupa karya sastra. Apa yang ingin di ungkakan sastrawan kepada para pembacanya. Bentuk komunikasi ternyata melahirkan berbagai kejadian dalam teori sastra. Setiap kajian itu ada yang menitikberatkan kejadiannya pada diri sastrawan, ada juga yang menitikberatkan kajiannya pada kesusastraan antara karya sastra dan alam semesta.
Fungsi utama karya sastra adalah untuk melukiskan, mencerminkan kehidupan manusia, sedangkan kehidupan manusia itu sendiri selalu mengalami perkembangan. Dalam hubungan inilah diperlukan genre yang berbeda, dalam hubungan ini pulan diperlukan teori yang berbeda untuk memahaminya.
Kritik sastra suatu karya sastra diuraikan (dianalisis) unsur-unsurnya atau norma-normanya, diselidiki, diperiksa satu persatu, kemudian ditentukan berdasarkan teori-teori dan pendekatan penilaian karya sastra, bernilai atau tidak bernilaikah, bermutu seni atau tidak bagian-bagian atau unsur-unsur karya sastra yang diselidiki atau yang dianalisis itu. Baru sesudah itu, dengan pertimbangan-pertimbangan seluruh penilaian terhadap bagian-bagian yang merupakan kesatuan yang erat, dengan menimbang mana yang bernilai dan mana yang tidak atau kurang bernilai, maka kritikus baru menentukan karya tersebut bernilai tinggi, sedang, kurang bernilai, atau tidak bernilai sastra.
Rumusan Masalah
1.                Bagaimana penerapan kritik sastra pragmatis dalam kumpulan cerpen “Setubuh Seribu Mawar” karya Yanusa Nugroho?
2.                Petanda sosial “semiotika sosial” apa sajakah yang terkandung dalam kumpulan cerpen “Setubuh Seribu Mawar” karya Yanusa Nugroho?
Tujuan
1. Menjelaskan penerapan kritik sastra pragmatis dalam kumpulan cerpen “Setubuh Seribu Mawar” karya Yanusa Nugroho.
2.       Menjelaskan petanda sosial “semiotika sosial” yang terkandung dalam kumpulan cerpen “ Setubuh Seribu Mawar” karya Yanusa Nugroho.



Kajian Pustaka
1.       Definisi Kritik Sastra
Kritik merupakan salah satu dari cabang ilmu sastra. Kritik sastra menganalisis teks karya sastra itu sendiri. Kritik dapat diterapkan pada semua bentuk karya sastra, baik yang berupa puisi, prosa maupun drama. Kritik adalah karangan yang menguraikan tentang pertimbangan baik atau buruk suatu karya sastra. Kritik biasanya diakhiri dengan kesimpulan analisis . Tujuan kritik bukan hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan, kebenaran, dan kesalahan sebuah karya sastra berdasarkan sudut tertentu, tetapi mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra tertinggi dan untuk mengapresiasi karya sastra secara lebih baik. Tugas kritik sastra adalah menganalisis, menafsirkan, dan menilai suatu karya sastra . Kehadiran kritik sastra akan membuat sastra yang dihasilkan berikutnya menjadi lebih baik dan berbobot karena kritik sastra akan menunjukkan kekurangan sekaligus memberikan perbaikan.

Kritik sastra mempunyai beberapa ciri, yaitu sebagai berikut :
a. Memberikan tanggapan terhadap hasil karya.
b.                           Memberikan pertimbangan baik dan buruk (kelebihan dan kekurangan ) sebuah karya  sastra.
c. Pertimbangan bersifat obyektif.
d. Memaparkan kesan prebadi kritikus terhadap sebuah karya sastra.
e. Memberikan alternatif perbaikan atau penyerpurnaan.
f. Tidak berprasangka.
g. Tidak terpengaruh siapa penulisnya.

Pentingnya Kritik/ Fungsi Kritik
a. Bagi Pembaca
Bagi pembaca merupakan penuntun untuk dapat menikmati ciptaan yang dikritik itu sehingga dapat   memberikan pandangannya dan menghargainya.
b. Bagi Seniman atau Pengarangnya
Bagi pengarangnya merupekan petunjuk yang berharga yang wajib dipertimbangkan untuk kebaikan ciptaan yang akan datang.

Prinsip-Prinsip Penulisan Kritik
a.           Penulis harus secara terbuka mengemukakan dari sisi  mana ia menilai karya sastra tersebut.
b.           Penulis harus obyktif dalam menilai.
c.           Penulis harus menyertakan bukti dari teks yang dikritik.

Jenis-Jenis Kritik
a. Kritik sastra intrinsik, yaitu menganalisis karya sastra berdasarkan unsur intrinsiknya, sehingga akan diketahui kelemahan dan kelebihan yang ada dalam karya sastra.
b.           Kritik sastra ekstrinsik, yaitu menganalisis dengan cara menghubungkan karya sastra dengan penulisnya, pembacanya , atau masyarakatnya. Disamping itu juga melibatkan faktor ekstinsik lain seperti sejarah, psikologi, relegius, pendidikan dan sebagainya.
c.           Kritik deduktif , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada sebuah ukuran yang dipercayainya dan dipergunakan secara konsekuen.
d.           Kritik Induktif, yaitu menganalisis dengan cara melepaskan semua hukum atau aturan yang berlaku.
e.           Kritik impresionik, yaiti menganalisis hasil karya berdasarkan kesan pribadi secara subyektif terhadap karya sastra.
f.           Kritik penghakiman , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada ukuran atau aturan tertentu untuk menentukan apakah sebuah karya sastra baik atau buruk.
g.           Kritik teknis, yaitu kritik yang dilakukan untuk tujuan tertentu saja.

Tujuan penulisan kritik sastra antara lain:
a.           Memberikan panduan yang benar cara memahami karya sastra.
b.           Berguna untuk penyusunan teori sastra an sejarah  sastra.
c.           Membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa karena memberikan penjelasan baik buruknya suatu karya sastra.
d.           Memberikan manfaat kepada masyrakat tentang pemahaman dan apresiasi sastra.

2.                Definisi Cerita Pendek (Cerpen)
Menurut H.B. Jassin mengatakan bahwa yang disebut cerita pendek harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian. Sedangkan A. Bakar Hamid dalam tulisan “Pengertian Cerpen” berpendapat bahwa yang disebut cerita pendek itu harus dilihat dari kuantitas, yaitu banyaknya perkataan yang dipakai: antara 500-20.000 kata, adanya satu plot, adanya satu watak, dan adanya satu kesan.  Menurut Hendy (1991:184) menyatakan bahwa cerpen adalah kisahan pendek yang mengandung kisahan tunggal. Pengertian lain menurut J.S. Badudu (1975:53) mengatakan bahwa cerpen adalah cerita yang menjurus dan konsentrasi berpusat pada satu peristiwa, yaitu peristiwa yang menumbuhkan peristiwa itu sendiri.
Dengan demikian dapat dikatakan cerpen adalah karangan  pendek  yang  berbentuk  prosa. Cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa,  dan  pengalaman. 
Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.
Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan moralnya.
Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis. Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuah cerita pendek berbeda-beda menurut pengarangnya. Cerpen mempunyai 2 unsur yaitu:

              Unsur Intrinsik

              Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur–unsur intrinsik cerpen mencakup:
·                  Tema adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber cerita.
·                  Latar(setting) adalah tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung.
·                  Alur (plot) adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita.
Alur dibagi menjadi 3 yaitu:
1.                Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak ke depan terus.
2.                Alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak mundur (flashback).
3.                Alur campuran adalah campuran antara alur maju dan alur mundur.
Alur meliputi beberapa tahap:
1.                Pengantar: bagian cerita berupa lukisan , waktu, tempat atau kejadian yang merupakan awal cerita.
2.                Penampilan masalah: bagian yang menceritakan masalah yang dihadapi pelaku cerita.
3.                Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam cerita sudah sangat gawat, konflik telah memuncak.
4.                Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah berangsur–angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
5.                Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
·                  Perwatakan
Menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga segi yaitu melalui:
1.                               Dialog tokoh
2.                               Penjelasan tokoh
3.                               Penggambaran fisik tokoh
·                  Tokoh
tokoh adalah orang orang yang diceritakan dalam cerita dan banyak mengambil peran dalam cerita. tokoh dibag menjadi 3, yaitu:
1.                Tokoh Protagonis : tokoh utama pada cerita
2.                Tokoh Antagonis : tokoh penentang atau lawan dari tokoh utama
3.    Tokoh Tritagonis : penengah dari tokoh utama dan tokoh lawan
·            Nilai (amanat) adalah pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita.

Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi:
·         Nilai-nilai dalam cerita (agama, budaya, politik, ekonomi)
·         Latar belakang kehidupan pengarang
·         Situasi sosial ketika cerita itu diciptakan

3.                Pendekatan Pragmatis
Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Dalam kaiatannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori resepsi, pendekatan pragmatis dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif. Subjek pragmatis dan subjek ekspresif, sebagai pembaca dan pengarang berbagi objek yang sama, yaitu karya sastra. Perbedaannya, pengarang merupakan subjek pencipta, tetapi secara terus-menerus fungsi-fungsinya dihilangkan, bahkan pada gilirannya pengarang dimatikan. Sebaliknya, pembaca yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang proses aktivitas diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai penulis.
Pendekatan pragmatis dengan demikian memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca tersebut. Menurut Abrams pada Nyoman (2013: 71) pendekatan pragmatis telah ada tahun 14 SM, terkandung dalam Ars Poetica (Horatus). Meskipun demikian, secara teoretis dimulai dengan lahirnya strukturalisme dinamik. Stagnasi strukturalisme memerlukan indikkator lain sebagai pemicu proses estetis, yaitu pembaca (Mukarovsky).
Pada tahap tertentu pendekatan pragmatis memiliki hubungan yang cukup dekat dengan sosiologi, yaitu dalam pembicaraan mengenai masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatis memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indicator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatis memberikan manfaat bagi pembaca.
Pendekatan pragmatis mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indicator karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatis, diantaranya berbagai-bagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik sebagai pembaca eksplisit maupun implicit, baik dalam kerangka sinkronis maupun diakronis. Teori-teori postrukturalisme sebagian besar bertumpu ada kompetensi pembaca sebab semata-mata pembacalah yang berhasil untuk mengevokasi kekayaan khazanah cultural bangsa.

4.       Teori Semiotika Sosial
Semiotika memberikan jalan keluar dengan cara mengembalikan objek sekaligus pada pengarang dan latar belakang sosial yang menghasilkannya. Teori semiotika adalah asumsi bahwa karya seni merupakan proses komunikasi, karya seni dapat dipahami semata-mata dalam kaitannya dengan pengirim dan penerima. Makna tanda-tanda berasal dari konteks di mana ia diciptakan, di mana ia tertanam. Tanda bisa memiliki arti sangat banyak, atau sama sekali tidak berarti.
Semiotika berfungsi dandengan demikian memberikan makna semata-mata dalam proses komunikasi, interaksi antara subjek dengan objek. Implikasi lebih jauh teradap semiotika sosial sebagai ilmu, teks dan konteks sebagai objek adalah metode yang harus dilakukan dalam proses pemahaman. Menurut Halliday dalam Nyoman (2013: 119) mendeskripsikan tiga model hubungan teks, yaitu: a) medan, sebagai ciri-ciri semantic teks, b) pelaku, yaitu orang-orang yang terlibat, dan c) sarana, yaitu cirri-ciri yang diperankan oleh bahasa. Bentuk sejajar dengan sarana, fungsi sejajar dengan pelaku, sedangkan makna sejajar dengan medan teks.
Semiotika sosial dimaksudkan sebagai langkah-langkah dalam memanfaatkan system tanda bahasa dan sastra sekaligus kaitannya dengan kenyataan di luarnya, yaitu masyarakat itu sendiri. Semiotika sosial tetap berangkat dari system tanda, dengan sendirinya dengan memanfaatkan teori-teori semiotika, sedangkan sosiologi sastra berangkat dari asumsi-asumsi dasar hubungan sastra dengan masyarakat, saling memengaruhi di antara keduannya, dan sebagainya. Pemanfaatan system tanda secara benar dan positif pada gilirannya merupakan salah satu cara untuk memelihara stabilitas social























PEMBAHASAN
Kritik Sastra Pragmatis dalam Kumpulan Cerpen “Setubuh Seribu Mawar” Karya Yanusa Nugroho
Judul Cerpen
Analisis
Penggunaan bahasa
Setubuh seribu mawar
Menceritakan tentang lam cerita kehidupan yang ada dalam cerita dunia binatang. Dalam cerita tersebut terdapat  kejadian aneh yang terjadi di  dunia. Hal ini di buktikan pada kutripan  hal 3 pada paragraph 1
Dalam bahasanya banyak di temukan menggunakan majas personifikasi. Dan dalam penggunaan bahasanya sangat mudah di  mengerti oleh para pembacanya.
Tentang Ayam Jantan Yang Jatuh Cinta Pada Bulan
Menceritakan tentang kehidupan di dalam dunia binatang. Pada saat pertarungan yang di hadapi
Dalam penggunaan bahasanya banyak menggunakan majas sinkope, retorik dan perulangan. Dan dalam penggunaan bahasanya sangat bisa di pahami oleh pembacanya.
Dinding Mawar
Menceritakan tentang kehidupan rumah tangga dan keajaiban mawar yang indah penuh dengan memukau mata sehingga  menimbulkan nilai tersendiri bagai yang melihat
Dalam penggunaan bahasanya banyak sekali menggunakan majas perulangan, majas retorik,  dan majas hiperbola
Wening
Menceritakan tentang  keindahan pada dirinya. Dan mengagumi keindahan tubuhnya hal ini dapat dibuktikan pada kutipan  halamn 41 pada paraghraf 1.
Dalam penggunaan bahasanya ditemui menggunakan majas sinkope, majas reton majrik, majas perulangan dan majas hiperbola dan dalam penggunaan bahsanya  mudah dipahami oleh pembaca.
Bayangan Darah
Menceritakan kehidupan permasalahan manusia dan emosi yang tidak terbendung dan menimbulkan pertingkaian yang dasyat. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan halaman 51 pada paraghraf  ke 2.
Dalam menggunaakan bahasan banyak menggunakan majas perulangan dan majas hiperbola dan serta banyak ditemukan majas retorik. Dalam penggunaan bahasanya sanagt mengangkan dan membawa para pembacanya seperti mengikuti alur nyata dalam cerpen.
Nyanyian Klarasi
Menceritakan kehidupan seorang anak yang ingin tahu hal-hal yang tidak diperbolehkan dan selalu membantu bapaknya dan mengenang masa kecilnya yang selalu nakal. Hal ini dapt dibuktikan pada kutipan  halaman 67 pada paraghraf ke dua.
Dalam penggunaan bahasanya banyak ditemukan menggunakaan majas  retorik. Dan bahasanya juga tidak sulit untuk di mengerti.
Nyanyian Lautan
Menceritakan  tentang kisah anak kecil yang dalam lingkupan kurang mampu ekonomi keluarganya dan kisah gadis kecil yang sangat benci dengan mata pelajaran bahasa indonesia,karena selalu ran seorang kurang nilainya.
Dalam penggunaan bahasanya sanagat banyak makna yang tersirat dan banyak menggunakan majas retorik dan majas perulangan.
Blarak
Kesetian dan kesaba mbah tua yang selalu setia sama orang yang dicintai dan ladangnya.
Banyak menggunakan majas retorik dan majas perulangan.
Kata
Pasrah dalam kondisi dan keadaan apapun dalam menjalani hidup yang menimpa pada seorang istri.
Dalam cerpen tersebut banyak menggunakan majas perulangan dan  retorik dan majas sinkope
Tangga Cahaya
Menceritakan keajaiban tuhan yang tidak bisa dialami oleh orang lain. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan halaman 99 pada paraghraf ke dua.
Dlam penggunaan bahsanya banyak menggunakan bahsa arab dan majas  retorik dan personifkasi dan majas perulangan.
Garis Cahaya Bulan
Menceritakan kehidupan yang fana dan kekerasan dalam hidup, dan  perbuatan yang sanagt tidak terpuji oleh karena itu bayi mungil yang menjadi korban para seseor Ng yang tidak bertanggung jawab
Dalam penggunaan bahasa banyak menggunakan majas retorik, majas perulangan , dan majas personifikasi.
Kupu Malam,Anjing Kurus,Dan Udin
Menceritakan tenang  dunia binatang dan kebersamaan yang sanagt menyenangkan
Dlam pengunaan bahasanya banyak menggunkan majas perulangan, majas retorik, majas asosiasi.
Kurban Terbaik
Dalam cerita tersebut sanagt mempertahankan rasa sakit yang menyiksa pada dirinya dan tetap semangat
Dalam penggunaan bahasanya sanagat mudah dipahami dan menggunakan majs retorik, hiperbola dan majas perulangan.
Sepotong Ketimun Rebus
Dalam  cerita tersebut menceritakan tentang  kesedihan kekerasan yang dialami seseorang  dan kesedihan yang dialami
Dalam  bahasanya menggunkan majas perulangan  , majas retirik, dan majas  personifikasi.


















































Kumpulan cerpen yang berjudul “Setubuh Seribu Mawar” karya Yanusa Nugroho berdasarkan pendekatan pragmatis yang berorientasi pada pembaca, kumpulan tersebut menyiratkan nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca yang dapat dijadikan teladan dalam bertingkah laku.
Pada kumpulan cerpen ini banyak cerpen yang menceritakan tentang kehidupan dan tanda-tanda yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat, menurut kelompok kami kumpulan cerpen ini boleh dibaca oleh kalangan remaja dan usia dewasa, dan misalnya dibaca oleh anak kecil maka harus ada pendampingan.
Cerpen “Ketukan Di Pintu”
Nana kembali mendekat. Mama menutup hpnya sesaat dan mengusir Nana agar menjauh. Tapi Nana tetap ingin tahu kemana ayahnya pergi. Mama kemudian mengakhiri pembicaraannya dan segera mencecar anaknya dengan hardikan. Suara mama seperti cambuk yang melecut-lecut. Kadang Nana merasa, suara itu berubah menjadi petir ketika hujan deras mengguyur (Nugroho, 2013: 159).

Nilai yang dapat disimpulkan dari kutipan diatas adalah, janganlah seorang ibu berkata atau bertindak kasar dengan anaknya sendiri karena hal tersebut bisa sangat memengaruhi proses pertumbuhan mental anak itu sendiri menjadi terhambat, misalnya: ia akan tumbuh sebagai pribadi yang penakut dan tidak berani mengeksplor dirinya untuk lebih mengembangkan potensi yang dimilikinya. Jika seorang ibu terpaksa untuk memarahi anaknya, maka anak tersebut janganlah dihardik atau dibentak melainkan berilah sebuah pengertian yang sederhana untuk mengingatkan jika anak tersebut melakukan sebuah kesalahan, dan dengan begitu anak bisa tahu kalau yang diperbuatnya adalah hal yang salah dan jika ia deberikan bimbingan dan engertian maka ia tidak akan melakukan keslahan yang sama dilain waktu.
Cerpen “Salawat Dedaunan”
Dilihatnya si nenek kembali memungut dan memungut daun-daun itu helai demi helai. Dan, demi mendengar apa yang tergumam dari bibir tua itu, Haji Brahim menangis. Dari bibirnya tergumam kalimat permintaan ampun dan sanjungan keada Kanjeng Nabi Muhammad. Pada setiap helai yang dipungut dan ditatapnya sesaat dia menggumamkan “Gusti, mugi paring aksama. Paringa kanugrahan dating Kanjeng Nabi.” Sebelum dimasukkannya ke kantong plastik (Nugroho, 2013: 176).

Kutipan cerpen diatas ini memberikan sebuah petanda kepada pembaca untuk menyikapinya lebih lanjut. Pembaca bisa mengambil pelajaran dalam penggalan cerpen ini dikarenakan dalam cerpen ini mengajarkan kepada pembaca tentang pentingnya beribadah dan selalu meminta permohonan ampun kepada Sang Pencipta karena tidak ada manusia yang sempurna dan luput dari dosa-dosa yang selalu dilakukan oleh seorang manusia biasa.
Cerpen “Purwalaya”
Aku yakin, kita akan sampai di Purwalaya, semua orang akan sampai di Purwalaya, kalau dia mengikuti pijaran nuraninya sendiri. Jika soal arah, mari kita bertanya pada bintang – ketika malam hari. Keada matahari disiang hari dan aku yakin, di jalan kita akan menjumpai para pejalan kaki, yang lebih tahu pasti arah Purwalaya. Maka, kami pun berjalan. Meretas jalan keheningan malam, berpedoman bintang, berpelita keyakinan. Tak soal lagi tentang arah, yang penting adalah tujuan (Nugroho, 2013: 155).

Kutipan cerpen diatas ini memberikan sesuatu yang berharga pada pembacanya dikarenakan dalam cerpen ini menceritakan banyak pilihan yang ada dalam setiap lika-liku kehidupan yang dijalani, ada yang menawarkan hal yang bagus tetapi kenyataannya nol kosong tanpa adanya masa depan yang jelas, ada yang menawarkan yang biasa-biasa saja tetapi hasil yang didapatkan baik. Cerpen ini baik untuk pembaca, bagaimana cerpen Yanusa yang satu ini salah satu cerpen yang baik? Cerpen ini baik dikarenakan janganlah tergiur dengan tawaran yang menawarkan kehidupan yang indah dan menindas kaum yang tidak memiliki kekuasaan.

Penutup
Kesimpulan
1.                Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Dalam kaiatannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori resepsi, pendekatan pragmatis dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif.
Penerapannya dalam kumpulan cerpen ini menarik, di lihat dari segi pembaca tanpa memikirkan tentang bagaimana penulis menuliskan setiap ide-ide yang dituangkan dalam setiap tulisannya, pembaca bisa menganalisis kumpulan cerpen ini berdasarkan teks yang dibacanya. Pendekatan yang berorientasi kepada pembaca ini memberikan penilaian karya sastra yang berupa teks karya sastra posisinya sama dengan penulis teks karya sastra.

2.                Semiotika memberikan jalan keluar dengan cara mengembalikan objek sekaligus pada pengarang dan latar belakang sosial yang menghasilkannya. Teori semiotika adalah asumsi bahwa karya seni merupakan proses komunikasi, karya seni dapat dipahami semata-mata dalam kaitannya dengan pengirim dan penerima.
Kumpulan cerpen ini memberikan beberapa tanda atau penanda atau petanda yang bisa dijadikan pelajaran hidup oleh pembaca kumpulan cerpen ini.

Daftar Pustaka
Pradopo, Rahmad Djoko. 2007. Pengajian Puisi. Yogyakarata; University Prees.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik. Denpasar: Pustaka Pelajar.

Suroso, dkk. 2009. Kritik Sastra (Teori, Metodologi, dan Aplikasi). Yogyakarta: Almatra Publishing.

Wikipedia.co.id