A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
ditegaskan bahwa “Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga
dalam pelaksanaannya bank harus dapat memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat.” Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan
berdasarkan asas perkreditan yang sehat, maka setiap bank diwajibkan membuat
suatu kebijakan perkreditan secara tertulis yang dapat dipergunakan sebagai
pedoman dalam pemberian kredit sehari-hari. Dalam SK Direksi Bank Indonesia No.
27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 ditetapkan bahwa dalam pemberian kredit
tersebut sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan
2. Organisasi dan manajemen perkreditan
3. Kebijaksanaan persetujuan pemberian kredit
4. Dokumentasi dan administrasi kredit
5. Pengawasan kredit
6. penyelesaian kredit bermasalah
Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditannya bank
wajib mematuhi kebijaksanaan perkreditan yang telah dibuat tersebut secara
konsekuen dan konsisten. Kebijaksanaan perkreditan harus sudah diterapkan dan
dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 1 januari 1996. Bagi Bank yang
telah mempunyai pedoman tersebut dengan memperhatikan semua aspek-aspek
tersebut di atas. Sedangkan bagi Bank yang baru memperoleh izin usaha wajib
memiliki dan menerapkan serta melaksanakan kebijaksanaan perkreditan sejak
memulai melakukan kegiatan usahanya.
Apabila dalam pelaksanaannya ternyata bank memberikan kredit tidak sesuai
dengan kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkannya, maka Bank Indonesia
akan memberikan sanksi yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank dan sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman tersebut wajib dibuat mengingat bahwa sesuai dengan pengertian
kredit, maka lingkup pemberian kredit mencakup banyak aspek dan mengandung
resiko yang bervariasi, baik langsung maupun tidak langsung.
B. Pembatasan Masalah
Dari banyaknya permasalahan kredit bank, menurut ketentuan Bank Indonesia
kredit dapat digolongkan menjadi 3 yaitu : Kurang lancar (KL), Diragukan (D),
Macet (M). dari ketiga permasalahan kredit tersebut, penulis membatasi pada
permasalahan kredit yang menyangkut kredit macet.
II. PEMBAHASAN
1. Pengertian Kredit
Berdasarkan undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.
7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat disamakan, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yaitu mewajibkan pihak
peminjaman untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.
2. Pengertian kredit bermasalah
Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup
membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah
diperjanjikan.
3. Penyebab kredit macet
a. Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk
melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b. Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau
ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan
kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi
perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti
Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang
harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu,
bank-bank Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap
keseluruhan aset perbankan nasional.
Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka
persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya.
Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan
kredit macet mnimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos”
yang masih dianut, antara lain adalah :
1). Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas
pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila
pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas
merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari.
2). Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena
terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum
nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet
karena kolusi dan korupsi.
3). Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan
“sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi
diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank
ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek
domino berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan. Efek
domino itu sering negative melalui pencairan dana da melarikannya ke luar
negeri.
4). Ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of
reference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian
macet tahun 2004, maka berusahalah dikaji atas dasar term of reference pada
tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan asumsi.
Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui apakah redit
macet itu karena error omission atau error commission. Jadi kesalahannya bias
saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan
pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi
lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa
yang dipersalahkan.
Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena oknumnya yang salah,
maka segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap
menjaga asa praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak kalau bank dan
perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus apakah oleh manajemen baru atau kalau
perlu ditunjuk dari kalangan professional atas dasar penugasan dari Negara.
Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau perusahaannya harus ditutup di
mana para pekerjanya yang sama sekali tidak bersalah akan ikut menjadi
korbannya.
4. Penyelamatan dan penyelesaian kredit macet
Apabila sampai terjadi kredit bermasalah, maka harus melakukan upaya-upaya
dalam mengatasi kredit bermasalah sampai tidak ada alternative lainnya, serta
melakukan penghapusan kredit dan pengelolaan kredit yaitu telah dihapus bukukan.
1. Penyelamatan kredit bermasalah tersebut dilakukan dengan cara
(Recedulling, Reconditioning, Retructurng).
a. Penjadwalan kembali (Rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang
hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.
b. Persyaratan kembali (Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau
seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak
menyangkut maksimum saldo kredit.
c. Penataan kembali (Restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit
yang meliputi reschedulling, reconditioning.
2. Penyelesaian kredit macet
a. penyelesaian kredit bermasalah secara damai.
b. penyelasaian kredit bermasalah secara saluran hukum.
III. KESIMPULAN
Adanya kredit bermasalah tersebut akan menyebabkan menurunnya pendapatan
bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kredit bermasalah
dapat dilakukan secara sistematis dengan mengembangkan system “pengenalan diri”
yang berupa suatu daftar kejadian atau gejala yaitu diperkirakan dapat
menyababkan suatu pinjaman berkembang menjadi kredit bermasalah.
Dengan deteksi dan pengenalan diri akan sangat penting untuk mengantisipasi
kemungkinan masalah yang timbul, baik secara individual maupun secara
portofolio kredit dan menyusun rencana serta mengambil langkah sebelum masalah
benar-benar terjadi.
IV. DAFTAR PUSTAKA
WWW. Kompas.com – cetak/0505/27/financial/60.htm-46k
Mudrajad Kuncoro dan Sukardjono, Manajemen Perbankan teori dan Aplikasi.
BPFE, 2002, Yogyakarta.
A.totok Budi Santoso, Sigit Triandari, Y. Sri Susilo.
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Penerbit salemba Empat, 2000, Jakarta.