A. Orang Sebagai Subyek Hukum
1. Subyek hukum (orang)
Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.Pendukung hak dan kewajiban. Itu disebut orang.Orang dalam arti hukum terdiri dari manusia pribadi dan badan hukum. Manusia pribadi adalah subyek hukum dalam arti biologis, sebagai gejala alam, sebagai mahluk budaya yang berakal, berperasaan, dan berkehendak.
Badan hukum adalah subyek hukum dalam arti yuridis, sebagai gejala dalam
Hidup bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan hukum, mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia pribadi.Secara prinspil badan hukum berbeda dengan Manusia pribadi.Perbedaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
a.Manusia pribadi adalah mahluk hidup cipataan Tuhan kehendak,mempunyai akal, perasaan, kehendak, dan dapat mati.Sedangkan badan hukum adalah badan ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat dibudarkan oleh pembentukannya.
b. Manusia pribadi mempunyai kelamin, sehingga ia dapat kawin,dapat beranak.Sedangkan badan hukum tidak.
c. Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak.
2. Pengakuan sebagai sumber hukum
Pengakuan terhadap manusia pribadi sebagai subyek hukum dapat dilamasihukan sejak ia masih di dalam kandungan ibunya ,asal ia dilahirkan hidup (pasal 2 KUHPdt).Hal in mempunyai arti penting (relevan) apabila kepentingan anak itu menghendakinya, mialnya dalam hal menerima warisan, menerima hibah. Asas ini dapat di ikuti dalam pembinaan hukum perdata nasional.
Dalam pasal 3 KUHPdt dinyatakan bahwa tidak ada satu hukuman pun yang dapat mengakibatkan kematian perdata (burgerllijke dood) atau kehilangan segala hak perdata. Ini berarti betapapun kesalahan seseorang ,sehingga ia dijatuhi hukuman oleh hakim , hukuman hakim tersebut tidak boleh menghilangkan kedudkukan sebagai pendukung hak dan kewajiban perdata.
Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum mengakui manusia pribadi sebagai subyek hukum, pendukung hak dan kewajiban. Dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 dinyatakan bahwa semua warga negara adalah sama kedudukannya di dalam hukum. Di negara lain, seperti afrika selatan yang menganut rasdiskriminas, tidak semua manusia pribadi diakui sebagai subyek hukum.Manusia kulit hitam atau berwarna tidak diakui sebagai pendukung hak , melainkan hanya sebagai pendukung kewajiban saja.
3.Badan hukum
1. Klasifikasi badan hukum
Badan hukum adalah subjek hukum citptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Menurut ketentua pasal 1653 KUHpdt ada tiga macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya, yaitu :
a. Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah (penguasa), seperti badan-badan pemerintahan,perusahaan-perusahaan negara.
b. Badan hukum yang diakui oleh pemerintah (penguasa), seperti perseroan terbatas,koperasi.
c. Badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang bersifat ideal, seperti yayasan (pendidikan, sosial, keagamaan, dan lain-lain).
Badan hukum yang sengaja diadakan oleh pemerintah adalah badan hukum
yang sengaja diadakan oleh pemerintah untuk kepentingan negara, baik lembaga-
lembaga negara maupun perusahaan-perusahaan milik negara. Badan hukum ini
dibentuk oleh pemerintah dengan undang-undang atau dengan peraturan pemerintah.
apabila dibentuk undang-undang, maka pembentuk badan hukum itu adalah Presiden
bersama Dewan Perwakilan Rakyat R.I. Apabila dibentuk dengan peraturan
Pemerintah. Maka pembentuk badan hukum itu adalah presiden sebagai kepala Pemerintah.
Badan hukum yang diakui oleh pemerintah adalah badan hukum yang
dibentuk oleh pihak swasta atau pribadi warga negara untuk kepentingan pribadi
pembentukannya sendiri. Tetapi badan hukum tersebut mendapat pengakuan dari
pemerintah menurut undang-undang. Pengakuan itu diberikan oleh pemerintah karena
isi anggaran dasarnya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan badan hukum itu tidak
akan melanggar undang- undang. Pengakuan tersebut diberikan oleh pemerintah melalui pengesahaan anggaran dasarnya.
Badan hukum yang diprbolehkan adalah badan hukum yang tidak dibentuk
oleh pemerintah dan tidak pula memerlukan pengakuan dari pemerintah menurut
undang-undang, tetapi diperbolehkan karena tujuannya yang bersifat ideal di biadang
sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaanm keagamaan. Badan hukum ini
selalu berupa yayasan. Untuk mengetahui apakah anggaran dasar badan hukum itu
tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, maka akta pendirinya yang memuat anggaran dasar harus dibuat dimuka
notaris, karena notaris adalah pejabat resmi berdasarkan undang-undang.
Badan hukum dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu :
a. Badan hukum publik (kenegaraan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, diberi wewenang menurut hukum publik, misalnya departemn,
Pemerintahan, propinsi, lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, Mahkamah Agung R.I. dan sebagainya.
b.Badan hukum privat (keperadatan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah atau swasta,diberi wewenang menurut hukum perdata. Badan hukum keperadatan ini mempunyai bermacam ragam tujuan keperadatan.
Dilihat dari segi tujuan keperadatan yang hendak dicapai oleh badan hukum
Itu, maka badan hukum keperadatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam,
Yaitu :
a. Badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, terdiri dari perusahaan negara, yaitu perusahaan umum (perum), perusahaan perseroan (persero), perusahaan jawatan (perjan), perusahaan swasta, yaitu Perseroan Terbatas (P.T.).
b. Badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para anggotanya, yaitu koperasi.
c. Badan hukum yang bertujuan bersifat ideal dibidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, keagamaan. Ada pemisahaan antara kekayaan badan hukum dan kekayaan pribadi pengurusnya. Termasuk dalam jenis ini adalah, yayasan, organisasi keagamaan, wakaf.
2. Syarat-syarat Pmbentukan Badan Hukum
Dalam hukum perdata tidak ada ketentuan yang mengatur tentang syarat- syarat material pembentukan badan hukum. Yang ada adalah syarat formal, yaitu harus dengan akta notaris. Karena tidak ada ketentun demikian, maka menurut Prof. Meyers (1948) doktrin ilmu hukum menetapkan syarat-syarat itu adalah :
a. Ada harta kekayaan sendiri
b. Ada tujuan tertentu
c. Ada kepentingan sendiri
d. Ada organisasi yang teratur
Badan hukum itu memiliki harata kekayaan sendiri terpisah sama sekali
dengan harata kekayaan sendiri terpisah sama sekali dengan harata kekayaan pribadi
anggota, pendiri, atau pengurusnya. Harata kekayaan ini diperoleh dari pemasukan
para anggota atau pemasukan dari perbuatan pemisahaan pendirinya yang mempunyai
tujuan mendirikan badan itu. Harata kekayaan ini diperlukan sebagai alat untuk
mencapai tujuan tertentu dalam hubungan hukum.
Badan hukum itu mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tertentu itu bukan tujuan
pribadi anggota atau pendirinya.Badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban
melakukan sendiri uasaha mencapai tujuannya. Tujuan tersebut dapat bersifat
komersial dan dapat pula bersifat ideal.
Badan hukum harus mmpunyai kepentingan sendiri, kepentingan adalah hak
subjektif yang timbul dari peristiwa hukum, yang dilindungi oleh hukum. Badan
hukum yang mempunyai kepentingan sendiri dapat menuntut dan mempertahankan
kepentingan itu terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukum.
Badan hukum adalah satu kesatuan organisasi bentukan manusia berdasarkan
hukum (rechtsconstructie), yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum melalui
alat perlengkapan. Alat perlengkapan tersebut merupakan pengurus badan hukum
yang mempunyai fungsi dan tugas yang diatur didalam anggaran dasar.Dengan
demikian, badan hukum itu merupakan organisasi yang teratur . Organisasi yang
teratur adalah unsur esensial bagi badan hukum.
Menurut Prof.Meyers apabila suatu badan yang dibentuk itu mempunyai
empat syarat yang telah diuraikan diatas, maka badan tersebut dapat disahkan dan
diakaui sebagai badan hukum. Ia bersetatus sebagai subjek hukum, yang mempunyai
hak dan kewajiban dalam hubungan hukum.
Empat syarat yang telah diuraikan diatas disebut syarat material pembentukan
badan hukum. Sedangkan syarat formal adalah pembuatan undang-undang yang yang
melahirkan badan hukum itu. Dalam akta notaris atau dalam undang-undang itu
termuat pula empat syarat material pembentukan badan hukum.
3. Prosedur Pembentukan Badan Hukum
Pembentukan badan hukum dapat dilihat dengan perjanjian dan dapat pula
dilakukan dengan undang-undang. Pada badan hukum yang dibentuk dengan
perjanjian, status badan hukum itu diakui oleh pemerintah melalui pengesahan
anggaran dasar yang termuat dalam akta pendirian. Anggaran dasar itu adalah
kesepakatan yang dibuatoleh para pendirinya. Misalnya pada perseroan terbatas,
pada koperasi. Pada badan hukum yang dibentuk dengan undang-undang, status badan
hukum itu ditetapkan oleh undang-undang, misalnya pembentukan Perum, Persero,
Perjan, dan lain-lain.
Pembentukan Persero Terbatas (P.T)
Pembentukan Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
dagang (KUHD). Para pendiri mengadakan kesepakatan yang disusun dalam
anggaran dasar. Anggaran dasar ini dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di muka
notaris (pasal 38 ayat 1 KUHD). Akata pendirian yang suadah disahkan dan sudah
didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri yang berwenang. Akata pendirian
yang sudah disahkan dan sudah didaftarkan itu kemudian diumumkan dalam berita
negara/tambahan berita negara (pasal 38 ayat 1 kalimat kedua KUHD). Status badan
badan hukum diperoleh sejak pengumuman tersebut.
Pembentukan Persekutuan Komanditer (C.V)
Persekutuan komanditer adalah persekutuan yang dapat berbadan hukum
dan dapat pula tidak berbadan hukum. KUHD tidak mengatur status badan hukum
C.V. Karena itu bagi C.V. yang hendak memperoleh pengakuansebagai badan hukum
ditundukkan pada Stb.1870-64 tentang pengakuan vadan hukum ialah dengan
pengakuan tersebut diberikan melalui pengesahan akta pendirian (yang berisi
anggaran dasar) yang dibuat muka notaris. Akata pendirian yang yang sudah disahkan
itu didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri yang berwenang. Akata pendirian
yang sudah disahkan dan sudah didaftarakan itu kemudian diumumkan dalam Berita
Negara/Tambahan Berita Negara.Status badan hukum diperoleh sejak pengumuman
tersebut.
Pembentukan kopersai
Pembentukan koperasi diatur dalam undang-undang No.12 tahun 1967 tentang
Pokok-pokok perkoprasian. Para pendiri mengadakan kesepakatan, yang disusun
dalam anggaran dasar. Anggaran dasar ini dimuat dalam akta pendirian. Akta
pendirian ini disampaikan kepada pejabat koperasi untuk memperoleh pengesahan
untuk memperoleh oleh pejabat atas nama menteri koperasai. Akta pendirian yang
sudah disahkan itu kemudian didaftarkan dalam daftar khusus untuk itu . Tanggal
pendaftaran akta pendirian itu berlaku sebagai tanggal resmi berdiri koperasi badan
hukum.Pejabat mengumumkan pengesahan koperasi itu didalam berita negara.
Pembentukan yayasan
Mengenai yayasan dan organisasi keagamaan sebagai badan hukum tidak
Mendapat pengaturan dalam undang-undang.Tetapi yuriprudendi (praktek hukum)
Dan kebiasaan indonesia,yayasan didirikan oleh pendirinya dengan menyusun
Anggaran dasar yang dimuat dalam ankta pendirian dan dibuat dimuka notaris.
Tegasnya yayasan didirikandengan akta notaris.Status badan huku yayasan
Diperoleh sejak didirikan dengan akta notaris itu.Pendaftaran kepaniteraan
Pengadilan negeri dan pengumuman dalam berita negara tidak diwajibkan.
Disamping syarat formal berupa skta nitaris,Pendirian yayasan memerlukan
Syarat-syarat material yaitu :
1. Harus ada pemisahan kekayaan yayasan dan kekayaan pribadi pengurus
Yayasan;
2. Harus ada tujuan tertentu yang bersiafat ideal;
3. Harus ada kepntingan yayasan;
4. Harus ada organisasi yang dipimpin oleh pengurus yayasan;
B. DOMISILI
1. Devinisi
Domisili(tempat tinggal) adalaht empat di mana seseorang tinggal berkedudukan serta mempunyai hak dan kewajiban hukum. Tempat tinggal :wilayah/daerahdanberupa rumah kediaman /kantor yang berada dalam wilayah / daerah tertentu.:
-Tempat tinggal manusia pribadi : tempat kediaman.
-Tempat tinggal badan hukum : tempat kedudukan.
-Tempat tinggal : alamat.
2. Hak dan Kewajiban
Tempat tinggal menentukan hak dan kewajiban seseorang menurut hukum.Hak dan kewajiban dapat timbul dalam bidang hukum public maupun hukum perdata.Hak dan kewajiban bidang hukum publik misalnya :
1. Hak mengikuti pemilihan umum ,hak suara dapat di berikan di TPS yang bersangkutan tinggal/beralamat.
2. Kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan dapat dipenuhi ditempat dimanapun yang bersangkutan tinggal/beralamat
3. Kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor dapat dipenuhi dimanapun yang bersangkutan tinggal/beralamat ,karena kendaraan bermotor didaftarkan mengikuti alamat pemiliknya.
Hak dan kewajiban dalam hukum perdata misalnya :
1. Jika dalam perjanjian tidak ditentukan tempat pembayaran ,debitur wajib membayar di tempat tinggal kreditur.(hak kreditur dipenuhi di tempat tinggalnya sesuai dengan pasal 1393 ayat 2 KUHPdt)
2. Debitur wajib membayar wesel/cek kepada pemegang (kreditur) ditempat tinggal/beralamat debitur sesuai dengan pasal 137 KUHD,berarti kreditur (pemegangwesel/cek) harus datang kekantor debitur/bank untuk memperoleh pembayaran. Debitur hanya membayar di kantornya bukan di tempat lainnya.
3. Debitur berhak menerima kredit dari kreditur/bank di kantor kreditur ,demikian juga kewajiban membayar kreditd ilakukan di kantor kreditur.
3. Status Hukum
Status hukum seseorang juga menentukan tempat tinggalnya sehingga akan menentukan hak dan kewajiban menurut hukum. (contohnya tempat tinggal seorang istri
ditentukan oleh permufakatan dengan suaminya, dengan demikian hak dan kewajiba
hukum mengikuti tempat tinggal yang ditentukan. Tempat tinggal anak dibawah umur ditentukan oleh tempat tinggal orang tuanya, dengan demikian hak dan kewajiban anak ditentukanoleh tempat tinggal orang tuanya. Perjanjian juga menentukan tempat tinggal atau tempat kedudukan ,dengan demikian hak dan kewajiban mengikuti tempat tinggal/alamat yang dipilih berdasarkanperjanjian.
4. Jenis tempat tinggal
Dari segi terjadinya “peristiwa hukum“ tempat tinggal dapat digolongkan menjadi 4 jenis:
1. Tempat tinggal yuridis.
Terjadi karena peristiwa hukum kelahiran, perpindahan / mutasi. Tempat tinggal yuridis dibuktikan oleh KTP / bukti lain. Jika perisiwa itu hukum perbuatan , hukum pembentukan badan hukum , maka tempat kedudukan dibuktikan oleh akta pendirian (anggaran dasar). Tempat tinggal yuridis adalah tempat tinggal utama.
2. Tempat tinggal nyata
Terjadi karena peristiwa hukum keberadaan yang sesunggunhnya. Umumnya dibuktikan dengan kehadiran selalu di tempat itu. Tempat tinggalnya / hukum sifatnya sementara, karena adanya perbuatan / keperluan tertentu yang tidak terus – menerus untuk jangka lama. Misalnya : seseorang mahasiswa yang mempunyai KTP Jakarta ber-KKN di desaKetapang Lampung Utara selama 3 bulan, sehingga ia bertempat tinggal di Ketapang.
3. Tempat tinggal pilihan
Terjadi karena peristiwa hukum membua tperjanjian, dan tempat tinggal itu dipilih oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian itu. Tempat tinggal dibuktikan oleh akta otentik yang dibuat di notaris, misalnya: perjanjian ditentukan tempat yang dipilih ialah kantor Pengadilan Negeri Kelas 1 Tanjungkarang.
4. Tempat tinggal ikutan (tergantung).
Terjadi karena peristiwa hukum / keadaan status hukum seseorang , yang ditentukan oleh undang - undang, misalnya:
a. Tempat tinggal istri sama dengan tempat tinggal suami (pasal32 UU No.1 tahun1974)
b. Tempat tinggal anak mengikuti tempat tinggal orangtua (pasal 47 UU No. 1 tahun 1974)
c. Tempat tinggal orang di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampunya / wali ( pasal 50 UU No. 1 tahun 1974)
Pembuktiannya melalui akta perkawinan , KK / KTP orangtua ,putusan pengadilan tentang penunjukan wali pengampu. Kelangsungan tempat tinggal ikutan (tergantung) / dihentikan apabila status hukum yang bersangkutan berubah.
5. Arti penting tempat tinggal
Arti penting (relevansi) tempat tinggal bagi seseorang atau badan hukum ialah dalam pemenuhan hak dan kewajiban, penentuan status hukum seseorang dalam lalu lintas hukum , dan berurusan dalam pengadilan.
Tempat tinggal menentukan apkah seseorang itu terikat untuk memenuhi hak dan kewajibannya dalam setiap peristiwa hukum. Tempat tinggal juga menentukan status hukum seseorang apakah ia dalam ikatan perkawinan, apakah ia dalam keadaan belum dewasa , apakah ia dalam keadaan berwenang berbuat . tempat tinggal juga menentukan apabila seseorang berurusan atau berpekara dimuka pengadilan negeri / pengadian agama berwenang menyelesaikan perkara perdata adalah daerah hukumnya yang meliputi tempat tinggal tergugat ( pasal 118 HIR ).
6. Kewenangan berhak dan berbuat
1.Kewenangan Berhak
Hukum perdata mengatur tentang hak keperdataan .Dalam hukum perdata setiap manusia pribadi mempunyai hak yang sama ,setiap manusia pribadi berwenang berhak ,tetapi tidak setiap manusia pribadi berwenang untuk berbuat. Bahwa setiap orang berwenang berhak , karena dalam hukum sanksi hanya berlaku dan diterapkan pada kewajiban bukan pada hak. Kewenangan berbuat pada hakikatnya adalah melaksanakan kewajiban. Orang yang melalaikan kewajiban dapat dikenakan sanksi, sedangkan orang yang melalaikan haknya tidak apa-apa.
Manusia pribadi mempunyai kewenangan berhak sejak ia dilahirkan bahkan sejak dalam kandungan ibunya,asal ialah hidup apabila kepentingan menghendaki pasal 2 KUHPdt. Kewenangan berhak berlangsung hingga akhir hayat.
Kewenangan berhak setiap manusia pribadi tidak dapat ditiadakan oleh suatu hukuman apapun. Hal ini ditentukan dalam pasal 3 KUHPdt yang menyatakan bahwa tidak ada suatu hukuman apapun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan hak-hak perdata seseorang.
Hak perdata merupakan hak asasi yang melekat pada diri pribadi setiap orang. Hak perdata adalah identitas manusia pribadi yang tidak dapat hilang atau lenyap apabila yang bersangkutan meninggal dunia.Contoh hak perdata ialah hak hidup,hak untuk kawin,hak untuk beranak (bagiwanita), hak waris dll.
Hak perdata berbeda dengan hak public, hak publik dapat hilang atau lenyap apabila Negara menghendakinya demikian hak publik ada karena diberikan oleh Negara, sedangkan hak perdata diberikan oleh krodat. Contoh hak publik : hak memilih dan dipilih dalam pemilu, hak menjadi anggota ABRI, hak menjadi pegawai negeri, dll.’
2. Kewenangan berbuat
Faktor yang membatasi wenang yaitu umur, kesehatan, danperilaku. Wenang berbuat ada 2 yaitu:
a.Cakap mampu berbuat karena memenuhi syarat hukum (bekwaam,capable), kecakapan atau kemampuan berbuat karena memenuhi syarat hukum (bekwaambheid,capacity)
b.Kuasa atau berhak berbuat karena diakui oleh hukum walaupun tidak memenuhi syarat hukum (bevoegd,competent), kekasaan /kewenangan berbuat (bevoegdheid,competence).
Pada dasarnya setiap orang dewasa adalah cakap atau mampu melakukan perbuatan hukum karenamemenuhisyaratumurmenuruthukum.tetapiapabila orang dewasa dalam keadaan sakit atau gila, tidak mampu mengurus dirinya sendiri karna boros makaiya disamakan dengan orang belum dewasa dan (onbekwaam,incapable,pasal 330 KUHPdt) perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang .perbuatanhukum yang tidak sah dapat dimintakan pembatalan melalui hakim ( Vernietigbaar)
Kepentingan orang yang tidak cakap atau tidak mampu melekukan perbuatan hukum diurus oleh pihak yang mewakilinya.kepentingan yang belum dewasa diurus oleh orang tuanya pasal 47 uu no 1 tahun 1974 yang ada dibawah perwakilan diurus oleh walinya pasal 50 uu no 1 tahun 1974.kepentingan orang dewasa yang dibawah pengampuan diurus oleh wali pengampuny apasal 433 KUHPdt.
Ada juga perbuatan hukum tertentu dapat dilakukan oleh orang yang belum dewasa karena diakui oleh hukum misalnya anak wanita yang berumur 16 tahun dan anak pria yang berumur 19 tahun dapat melakukan perkawinan walaupun mereka belum dewasa, karena sesuai dengan pasal 7 ayat 1UU no 1 tahun 974
Orang yang berumur 18 tahun berwenang membuat surat wasiat, karena hukum memberi hak dan mengakui perbuatan itu sesuai dengan pasal 897 KUHPdt demikian juga anak yang belum dewasa berwenag menabung dan menerima kembali uang tabungannya sesuai dengan pasal 7 Stb.1934-653.
Ada juga orang dewasa yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum misalnya, seorang penyewa rumah tidak berwenang menjual rumah yang disewanya kepada pihak lain karena rumah itu bukan miliknya,. Tetapi apabila ia memperoleh kuasa atau diberi hak oleh pemiliknya untuk menjual rumah maka ia berwenang melakukan perbuatan hukum menjual rumah tersebut karena diakui oleh hukum walaupun rumah itu bukan miliknya. Jadi walaupun orang dewasa belum tentu melakukan perbuatan hukum.
7. KEDEWASAAN DAN PENDEWASAAN
1. Menurut Konsep Hukum Perdata Barat
Istilah kedewasaan yaitu menunjuk kepada keadaan suadah dewasa. Sedangkan pendewasaan Yaitu menunjuk pada keadaan belum dewasa oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa. Untuk mengetahui dewasa atau belum dewasa sesuai dalam pasal 330 KUHPdt, Stb.1924-556, Stb.1931-54.Sedangakan pasal 330 KHUHPdt belum dewasa (minderjarig) adalah belum berumur 21 tahun dan belumpernah kawin. Apabila mereka yang kawin sebelum 21 tahun itu bercerai, Mereka tidak kembali dalam keadaan belum dewasa.Dalam Staatsblad berlaku bagi orang timur asing berlaku bagi orang timur asing. Sesuai dengan ketentuan diatas bahwa a contrario orang dewasa (meerderjarig) yaitu istilah dewa (meerderjarig) berarti sudah berumur 21 tahun dan belum berumur 21 tahun tetapi sudah
kawin. Keadaan dewasa memenuhi syarat undang-undang disebut kedewasaan orang dewasa atau kedeasaan cakap atau mampu (bekwaam,capable) mampu melakukan perbuatan hukum misal membuat perjanjian ,melakukan perkawinan,membuat surat wasiat. Faktor yang memenuhu atau membatasinya misalnya sakit ingatan, keadaan dungu , pemborosan sesuai pasal 433 jo.Pasal 1330 KUHPdt.Sesuai dengan kenyataan diatas bahwa B.W atau KUHPdt memakai kriteria umur untuk menentukan dewasa atau belum dewsa tetapi pada kenyataannya walaupun belum berumur 21 tahun apabila sudah kawin dinyatakan juga orang dewasa., Atau orang yang berumur 21 tahun dikatakan juga sudah deawasa atau sudah kawin berhak membuat surat wasiat sesuai dengan pasal 29 dan pasal 897 KUHPdt, Kesimpulannya orang yang belum dewasa tadi mempunyai kewenangan mengurus kepentingannya atau melakukan berbagai perbuatan hukum tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan dikatakan bahwa orang belum dewasa menurut hukum dikatakan dewasa disebut pendewasaan (handlichting).
Pendewasaan ada dua macam, Pertama pendewasaan penuh yaitu sudah berumur 20 tahun, Prosedurnya yaitu mengajukan permohonan kepada presiden RI dilampirkan akta kelahiran. Presiden setelah mendapatkan pertimbangan keputusan dari Mahkamah agung tentang pernyataan dewasa (venia aetatis) status hukum tersebut sama dengan status hukum orang dewasa tetapi apabila ingin melangsungkan perkawinan izin orang tua sesuai dengan pasal 420-424 KUHPdt.
Kedua, pendewasaan tertentu atau terbatas sudah berumur 18 tahun sesuai dengan pasal 421-426 HUHPdt,Prosedurnya yaitu yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri dan dilampirkan akta kelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan negeri setelah mendapatkan keternagan orang tua atau wali bersangkutan memberikan ketetapan pernyataan dewasa dalam perbuatan hukum tertentu sesua yang dimohonkan misalnya, mengurus dan menjalankan perusahaan dan memberi surat wasiat. Status hukum tersebut sesuai dengan status hukum orang dewasa pasal 426-430 KUHPdt.
Mengenai pendewasaan (handlichting), Prof.R.Subekti,S.H. (1978) bahwa belakunya undang-undang prkawinan No.1 tahun 1974 mengatur tentang usia 18 tahun usia kedewasaan maka pendewasaan sudah dihilangkan.
Menanggapi konsep dewasa dan belum dewasa menurut hukum perdata barat Prof.M.M.Djodjodiguno,S.H. Menyatakan batas umur 21 tahun untuk menetukan dewasa atau belum dewasa yang merupakan suatau fiksi artinya tidak jelas, tidak tegas,tidak konsekuen, dan tidak sesuai hukum adat.
2. Konsep Hukum Adat
Dalam hukum adat belum dewasa atau sudah dewasa dan tidak mengenal fiksi seperti dalam huku m perdata barat. Hukum adat hanya menentukan insidental apakah seseorang itu berhubungan umur dan perkembangan jiwa patut dianggap cakap atau tidak cakap, Mampu atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum tertentu. Artinya apakah ia dapat memperhitungkan dan memelihara kepentingan dalam perbuatan hukum yang dihadapinya
Menurut Prof.M.M.Djodjodiguno,S.H. (1958) mengatakan bahwa batas anatara belum dewasa dan belum dewasa dilihat dari belum cakap dan cakap dari melakukan perbuatan hukum, Mencakap artinya belum mampu memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri. Selanjutnya beliau mengemukaka bahwa hukumadat tidak mengenal perbedaan antara orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum dan cakap melakukan perbuatan hukum dilain pihak, peralihan tesebut antara cakap dan tidak cakap berlangsung secara bertahap sesuai keadaan. Contoh, Hukum adat jawa seorang yang mandiri dan berkeluarga cakap untuk melakukan perbuatan hukum sebaliknya tidak dapat dikatakan orang yang belum mandiri atau yang belum berkeluarga belum cakap melakukan perbuatan hukum.
Menurut Prof.Djodjodiguno,S.H kedewasaan dihubungkan dengan perbuatan kawin dalam hukum adat dinyatakan bahwa seorang pria atau seorang wanita yang kawin dan dikaruniai anak mereka dinyatakan dewasa sebaliknya orang yang kawin dan tidak dapat menghasilkan anak karena belum mampu berseksual, Misalnya dalam kawin anak (kawin gantung).
Dalam undang-undang (Stb.1931-54) yang berlaku bagi orang indonesia yang tunduk pada hukum adat.Apabiala dijumpai istilah “Belum dewasa”, Ini belerarti belum berumur 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila perkawinan putus sebelum usia 21 tahun orang tersebut tetap dinyatakan dewasa sedangkan pengertian perkawinan tidak termasuk perkawinan anak-anak . dengan demikian a Contrario menyimpilkan orang yang sudah
berumur 21 tahun dan belum berumur 21 tahun dan sudah kawin disebut dewasa. Pengertian ini ditafsirkan bagi orang orang timur asing bukan cina dalam Stb.1924-556.
3. Menurut Konsep Undang-Undang R.I. sekarang
Menurut Undang-undang R.I yang berlangsung hingga sekarang pengertian belum dewasa dan dewasa dapat dinyatakan seragam untuk semua warga negara R.I dikatakan belum dewasa apabila belum berusia 21 tahun penuh dan belum kawin, Ketentuan dewasa dan belum dewasa ditentukan dalam undang-undan .
1. Pasal 330 KUHPPdt bagi warga negara indonesia keturunan eropa.
2. Stb 1924-556 bagi WNI keturunan timur asing bukan cina.
3. Stb 1932-54 bagi WNI asli bumi putera
Berlakunya undang-undang diatas terdapat dalam aturan peralihan undang-undang 1945, Sebelum Dibentuk dalam undang-undang baru ( mengenai kedewasaan ) berdasarkan undang-undang ini semua peraturan hukum perundang-undangan sudah dikatakan berlaku, Undang-undang dibuat oleh pembentuk undang-undang R.I belum dirumuskan tentang pengertian belum dewasa dan dewasa sebelum pencabutan ke empat undang-undang terdahulu.
Undang-undang perkawinan No.1 tahun1 974 mengatur tentang :
1. Izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat 2)
2. Umur minimal untuk di izinkan melangsungkan perkawinan yaitu pria 19 tahun wanita 16 tahun (pasal 7 ayat 1).
3. Anak yang belum mencapai 18 tahun atau belum pernah kawin berada dibawah kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1).
4. Anak yang belum mencapai 18 tahun atau belum pernah kawin yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali (pasal 50 ayat 1).
Kesimpulannya undang-undang yang merumuskan tentang belum dewasa dan dewasa masih tetap Berlaku.Pengertian belum dewasa dan dewasa istilah yang dipakai oleh undang-undang hukum tertulis,istilah belum dewasa (minderjarig) yaitu berumur 21 tahun dan belum pernah kawin sebaliknya istilah dewasa (menderjarig) berarti sudah berumur 21 tahun dan sudah kawin, Disamping itu dikenal biologis atau dewasa seksial untuk melangsungkan
perkawinan yaitu umur 16 tahun bagi wanita 19 tahun bagi pria. Mereka yang dewasa biologis yaitu mereka yang pernah kawin berubah menjadi dewasa hukum
C. Pencatatn Sipil
1. Peristiwa hukum yang dicatat.
Unttuk memastikan status perdata seseorang. Ada 5 peristiwa hukum dalam kehudupan manusia perlu dilakukan pencatatan, yaitu peristiwa;
1. Kelahiran,menuntut status hukum seseorang sebagai subyek huku, yaitu pendukung hak dan kewajiban;
2. Perkawinan, menentukan status hukum seseorang sebagai suami atau istri dalam ikatan perkawinan menurut hukum;
3. Perceraian,menentukan status hukum seseorang sebagai janda atau duda yang bebas dalam ikatan perkawinan;
4. Kematian,menentukan status hukum seseorang sebagai ahli waris,sebagai janda atau duda dari almarhum atau almarhumah;
5. Penggantian nama, menentukan status hukum seseorang dengan identitas tertentu dalam hukum perdata.
2. Tujuan Pencatatan
Tujuan pencatatan ialah suara untuk memperoleh kepastian hukum tentang status
Seseorang yang mengalami peristiwa hukum tersebut. Kepastaian hukum sangat penting dalam setiap perbuatan hukum. Kepastian hukum itu menentukan apakah ada hak dan kewajiban hukum yang sah antara pihak-pihak yang berhubungan hukum tersebut.
Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan staus perdata mengenai dewasa atau belum dewasa seseorang. Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata mengenai boleh atau tudak melangsungkan perkawinan dengan pihak lain lagi. Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata untuk bebas untuk mencari pasangan lain. Kepastian hukum mengenai kematian, menentukan status perdat sebagai ahli waris dan keterbukaan waris
3. Fungsi pencatatan
Fungsi pencatatn itu ialah pembiktian bahwa peristiwa hukum yang dialami olehtelah seseorang itu benar-benar terjadi. Untuk membuktikan bahwa benar telah terjadi peristiwa hukum, Diperlukan surat keternagan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum,
Diperlukan surat keternagan yang menyatakn telah terjadi peristiwa huku pada hari, tanggal, ,tahun, di tempat tertntu atas nama seseorang. Yang memberikan surat keterangan itu ialah pejabat/petugas yang menangani atau berwenag untuk kasus itu.
Surat keteranagan kelahiran diberikan oleh dikter atau bidan rumah sakit/klinik’ yang menangani peristiwa kelahiran itu. Surat keterangan diberi oleh dokter rumah sakit yang merawatnya,atau oleh kepala kelurahan/desa tempat tingal yang bersangkutan.surat keterangan kawin dibuat oleh petugas yang menyaksikan peristiwa perkawinan itu.Surat keterangan perceraiyan berupa putusan pengadilan diberikan oleh pengadilan negri bagi yang bukan beragama islam dan oleh pengadilan agama bagi mereka yang beragama islam.Surat keteranggan ganti nama diberikan oleh pengadilan negri dalam bentuk surat ketetapan.
4. Lembaga catatan sipil
Untuk melakukan pencatatan,maka di bentuk lembaga kusus yang disebut catatan sipil ( Burgerlijke Stand).catatan sipil artinya catatan mengenai peristiwa perdata yang di alami oleh seseorang.Catatan sipil meliputi kegiatan pencatatan peristiwa hukum yang berlaku umum untuk semua warga negara indonesi.dan yang berlaku husus untuk warga negara indonesi yang beragama islam,mengenai perkawinan dan percerayan.lembaga catatan sipil yang berlaku umum secara sstruk tural berada dibawah departemen dalam negri.sedangkan lembaga itu catatan sipil yang berlaku usus untuk yang beragama islam.
Untuk menyelengarakan tugas pencatatan,lembaga catatan sipil umum mempunyai kantor ditiap kabu paten/kota madiah.sedangkan lembaga catatan sipil kusus merupakan bagian tugas dari kantor departemen agama didaerah.kantor catatan sipil mempunyai fungsi sebagai berikut;
1. Mencatat dan menerbitkan kutipan akte kelahiran
2. Mencatat dan menerbitkan kutipan akte kelahiran
3. Mencatat dan menerbitkan kutipan akte percerayan
4. Mencatat dan menerbitkan kutipan akte kematian
5. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta pengakuan dan pengesahan anak,dan akta ganti nama
5. Sarat dan prosedur pencatatan
Untuk dapat dilakun pencatatan peristiwa hukum perlu dipenuhi sarat yaitu adanya surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum.Surat keterangan ini dibuat oleh pihak yang berhak mengurus,menangani atau mengeluarkannya.Surat keterangan
tersebut kemudian dibawah oleh yang berkepetingan kepada pejabat kantor catatan sipil untuk dicatat atau didaftarkan dalam buku akta yang disediakan untuk setiap peristiwa hukum.
Apabila peristiwa hukum itu telah lampau waktu untuk didaftarkan,maka untuk dapat dilakukan pencatatan atau pendaftaran perlu ada surat penetapan dari hakim misalnya penetapan hakim pengadilan negri mengenai kelahiran,penetapan hakim pengadilan agama mengenai perkawina orang yang beragama islam.
Sebagai bukti telah dicatat atau didaftarkan,pejabat kantor catatan sipil menerbitkan kutipan akta,seperti kutipan akta kelahiran,kutipan akta kelahiran,kutipan akta perkawinan,kutipan akta kematian,kutipan akta percerayan.kutipan akte ini bersifat otentik karena dikeluarkan oleh pejabat resmi (akta ambtelijk)
6. Pengaturan catatan sipil indonesia
Sebagai akibat dari pelaksanaan politik hukum kolenial di indonesia dahulu,maka terdapat berbagai peraturan perundang-undagan yang mengatur tentang catatan sipil di indonesia.ndang-undang tersebut adalah berikut:
1. Reglemen catatan sipil Stb.1849-25 tentang pencatatan perkawinan dan pencerayan bagi warga negara indonesia keturun eropah.
2. Reglemen catatan sipil Stb.1917-130 jo.Stb.1919-81 tentang pencatatan perkawinan dan percerayan bagi warga negara indonesia keturunan cina.
3. Reglemen catatan sipil Stb.1933-75 jo.Stb.1936-607 tentang pencatatan pekawinan dan percerayan bagi warga negara indonesi yang beragama keristen di jawa,madura,minahasa,ambon,dan sebagainya
4. Regleman catatan sipil Stb.1904-279 tentang pencatatan perkawinan dan percerayan bagi warga negara indonesia perkawinan campuran,
5. Reglemen catatan sipil Stb.1920-751 jo.Stb.1927 -564 tentang pencatatan kelahiran dan kematian bagi warga negara indonesia asli dijawa dan dimadura.
6. B.W. Stb.1847-23 yang gatur pencatatan sipil lainnya.
7. Undang-undang no 32 tahun 1954 tentang pencatatan nikah,talak,dan rujuk bagi warga negara indonesia beragama islam.
Dari tujuh undang-undang mengenai catatan sipil tersebut diatas tadi,meka dapat dihimpun tiga macam catatan sipil,yaitu;
1. Catatan sipil untuk warga negara indonesia tentang kelahiran,kematian,pengantian nama.
2. Catatan sipil untuk warga negara indonesia non islam tentang perkawinan,percerayan.
3. Catatan sipil untuk warga negara indonesia beragama islam tentang perkawinan,percerayan