Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman
sebelum masehi dimana manusia pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari
berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan. Salah satu cerita
mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada jaman Mesir Kuno semasa Raja
Firaun berkuasa. Suatu hari sang raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf
bahwa selama 7 tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan
kemudian diikuti oleh masa paceklik selama 7 tahun berikutnya. Untuk
berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut Raja Firaun mengikuti saran
Nabi Yusuf dengan menyisihkan sebagian dari hasil panen pada 7 tahun pertama
sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik. Dengan demikian pada masa 7
tahun paceklik rakyat Mesir terhindar dari risiko bencana kelaparan hebat yang
melanda seluruh negeri. Pada tahun 2000 sebelum masehi para saudagar dan aktor
di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi
yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang
meninggal. Perkumpulan serupa yaitu Collegia Nititum, kemudian berdiri
dengan beranggotakan para budak belian yang diperbanatukan pada ketentaraan
kerajaan Roma (Rahman, Afzalur). Konsep auransi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan masyarakat primitif yang berkelompok. Dalam masyarakat primitif,
orang hidup bersama dalam keluarga besar atau suku dimana
kebutuhan-kebutuhannya dipenuhi dan dilindungi melalui kerjasama dan saling
membantu. Oleh karena itu mereka merasa tidak memerlukan suatu asuransi karena
semua resiko sepenuhnya dilindungi oleh masyarakat. Pada waktu keluarga atau
suku berubah menjadi kehidupan yang berpindah-pindah secara teori keluarga
tersebut mulai menghadapi berbagai macam bahaya tanpa adanya perlindungan dari
keluarga maupun sukunya dan untuk itu bagaimanakah bentuk perkembangan asuransi
itu sendiri saat ini.
B. Rumusan Masalah
Di
dalam asuransi khususnya asuransi syariah di terapkan akad tabarru’
namun sejauh ini apakah akad tersebut telah berjalan sesuai dengan akad yang
benar-benar memposisikan akad tabarru’ sebagai akad yang di jalankan
dalam asuransi syariah. Lalu bagaimana dengan konsep akad asuransi syariah
dibandingkan dengan konsep asuransi pada umumnya yang biasa di sebut asuransi
konvensional.
C. Tujuan
Dalam
pembahasan asuransi syariah maka dengan itu bertujuan untuk mencari informasi
mengenai bagaimana usaha asuransi dapat berjalan sesuai dengan aturan syariah,
serta mengambil sebagai upaya banding dengan usaha asuransi pada umumnya. Serta
mencari informasi mengenai suatu kepastian hukum tentang usaha syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada hal ini penulis menggunakan metode
kepustakaan dengan mencari dari beberapa pendapat tokoh serta teori-teori yang
di kemukakan untuk kemudian di analisis, serta penggalian dari sumber hukum
islam yaitu al qur’an dan as sunnah kemudian dapat ditarik sebuah
kesimpulan dari masalah yang ada.
- Pengertian Asuransi
Pengertian asuransi banyak literatur-literatur yang memberikan pengertian
definisi dari asuransi, secara umum dapat diketahui dalam pasal 246 KUHD yang
menerangkan bahwa :
“Asuransi adalah suatu persetujuan dimana
penanggung berjanji pada tertanggung untuk membayar sejumlah kerugian yang
telah disepakati bila terjadi suatu kerusakan, kerugian atau kehilangan
keuntungan itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang belum tentu terjadi”. [1]
Dalam
pengertian lain asuransi secara riil adalah iuran bersama untuk meringankan
beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya, paling sederhana
dan paling umum adalah persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang
bisa tertimpa kerugian guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan
atau dipastikan sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah satu orang yang
diantara mereka maka beban tersebut akan disebarkan keseluruh anggota yang ikut dalam usaha asuransi
tersebut(lihat juga Insurance, dalam EB edisi XI, XIV, h.656)[2]. Maka
dari itu dapat dipahami tujuan asuransi adalah sebagai bentuk pertanggung
jawaban atas suatu perbuatan yang mungkin belum bisa dipastikan kejadiannya.
Di jelaskan pula
dalam KUHD pasal 246 mengenai unsure-unsur asuransi, yaitu ada tiga unsur
asuransi diantaranya :
- Unsur premi atau adanya premi
- Unsur ganti rugi atau adanya ganti rugi, dan
- Unsur peristiwa atau adanya peristiwa yang belum terjadi.[3]
Pengertian asuransi juga dapat ditemui dalam ketentuan UU no. 2 / 1992
bab I pasal 1 tentang usaha perasuransian menyatakan asuransi yakni perjanjian
antara dua pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian
atau kerusakan yang telah terjadi.[4]
Pengertian dari premi adalah upah asuransi atau harga yang dipungut oleh pihak
penjamin agar dapat melaksanakan kewajibannya.[5] Dalam
asuransi premi sebagai hak yang dibayarkan kepada seseorang atas kerugian itu
terjadi dan itu biasanya berupa harga yang sepadan dengan resiko, namun dalam
hal kesepadanan hanya semata-mata menurut perhitungan pihak penjamin. Menurut
esiklopedia Indonesia asuransi adalah jaminan atau perdagangan yang diberikan
oleh penanggung (biasnya kantor asurnsi) kepada yang tertanggung untuk resiko
kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat pejanjian (polis) bila terjadi
kerugian keruskan atau mengenai kehilangan jiwa dengan yang tertanggung
membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap bulan.[6] Dari bebrapa pengertian yang telah diuraikan
diatas maka dapat disimpulkan pengertian dari asuransi secara umum adalah
bentuk kesepakatan atau perjanjian yang dibuat antara pihak penanggung
(perusahaan asuransi) dengan pihak tertanggung (peserta asuransi) dengan
memberikan suatu premi atas kerugian atau kerusakan yang mungkin belum
diketahui kepastiannya, yang dananya diambilkan dari peserta asuransi yang itu
merupakan kesepakatan bersama.
Gambar
skema lembaga keuangan
Pembagian secara umum asuransi termasuk dalam lembaga keuangan non bank,
dalam pembahasan kali ini berkenaan dengan asuransi syari’ah, pengertian
asuransi syari’ah sendiri tidak berbeda dengan pengertian asuransi pada umumnya
yang telah dibahas diatas, secara prinsip yang membedakan asuransi syari’ah
dengan asuransi pada umumnya atau asuransi konvensional adalah terletak pada prinsip-prinsip
yang dijalankan. Prinsip utama dalam asuransi syari’ah adalah prinsip (ta’awun)
tolong menolong[7] berbeda dengan prinsip asuransi pada umumnya
yang menggunakan perhitungan untuk mencari keuntungan (lihat masa’il fiqiyah
hal. 64) jadi pengertian asuransi syari’ah atau istilahnya asuransi tafakul
adalah dalam bahasa arab berasal dari kata dasar kafala – yakfulu – takafala
– yatakafalu – takaful yang berarti
saling menanggung atau menanggung bersama.[8]
Disinilah letak perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi
konvensional. Didalam al qur’an tidak ditemukan kata tafakul
namun ada beberapa ayat al qur’an ada kata yang senada dengan kata tafakul,
artinya : “..bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan
memeliharanya?...” [9] untuk
lebih memperjelas pengertian mengenai takaful jika diartikan secara muamalah
dapat mengandung arti saling mengandung resiko diantara sesame manusia sehingga
antara yang satu dengan yang lainnya menjadi resiko masing-masing, maka secara
umum prinsip kerja dari asuransi takaful adalah lebih mengutamakan asas saling
tolong menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang
ditujukan untuk menanggung resiko tersebut(lihat juga, juha s praja, asuransi
takaful, artikel PT Syarikat Takaful Indonesia). Perusahaan asuransi
takaful hanya bertindak sebagai fasilitator yang saling menanggung atas resiko
diantara mereka para peserta asuransi, jadi dengan demikian dapat dipahami
perbedaan pengetian antara asuransi takaful dengan asuransi konvensional.
- Prinsip – Prinsip Asuransi
Telah dijelaskan diatas bahwa asuransi secara prinsip menggunakan asas
saling tolong menolong, prinsip utama asuransi takaful adalah ta’awanu ‘ala
al birr wa al-taqwa (tololng menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan
takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Dalam asuransi takaful transaksi yang
dibuat adalah akad takafuli (saling mengandung) bukan akad tabaduli
(saling menukar), para pakar ahli ekonomi islam merumuskan tentang prinsip –
prinsip yang dipakai oleh asuransi takaful yang membaginya menjadi tiga prinsip
utama yaitu :
1.
Saling bertanggung jawab
Ini berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab
bersama untuk saling membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah
atau kerugian.
2.
Saling bekerja sama atau saling
membantu
Ini berarti bahwa para peserta asuransi takaful yang satu dengan peserta
asuransi yang lain harus saling bekerja sama dalam hal saling membantu
meringankan beban atas kerusakan atau kerugian yang telah diderita oleh anggota
peserta asuransi.
3.
Saling melindungi penderitaan satu
sama lain
Ini berarti para peserta asuransi berperan sebagai pelindung bagi peserta
yang lain yang mengalami musibah.
Dari beberapa prinsip asuransi tersebut, Karnaen A Perwaatmadja
menambahkan satu prinsip yaitu menghindari unsur-unsur gharar, maisir dan
riba.[10]
Selain prinsip diatas sebagai tambahan juga ada prinsip asuransi takaful yaitu
: Insurable Interest (Kepentingan Yang Dipertanggungkan), Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna) .
- Sejarah Asuransi Syariah
Asuransi termasuk dalam lembaga keuangan non bank dan telah berdiri sejak
lama apabila kita runtut kebelakang maka lembaga asuransi telah dikenal pada
awal islam, yang pada akhirnya banyak literature yang menyimpulkan bahwa asuransi
tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal. Akan tetapi terdapat beberapa
aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada
prinsip-prinsip asuransi, misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut
dengan system aqilah , system aqilah adalah system menghimpun
anggota untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dinamakan sebagai “kunz”.
Namun keberadaan asuransi syari’ah tidak dapat dilepaskan dari keberadaan
asuransi kovensional sebab sebelum adanya asuransi syari’ah, terdapat beberapa
macam usaha asuransi konvensional yang itu rata-rata dikendalikan oleh
orang-orang nonmuslim maka secara tidak langsung didalam praktik operasionalnya
terdapat unsure-unsur yang bertentangan dengan aturan islam seperti unsure riba,
gharar, dan maisir, jika ditinjau pula dari segi hukum perikatan
islam maka asuransi konvensional hukumnya haram, dan ini yang disepakati oleh
beberapa ahli hukum islam sepeti Abdul Wahab Khalaf, Sayyid Sabiq, Yusuf
al-Qardawi.
Dengan
berlandaskan bahwa hukum dari asuransi syari’ah adalah haram maka perlu suatu
rumusan konsep yang dapat menghindarkan dari praktik riba, gharar, dan maisir
yang semua itu diharamkan oleh islam.[11] Untuk
itu maka dibuatlah konsep asuransi takaful atau asuransi yang berlandaskan pada
asas-asas hukum islam.
[1]
Kansil,Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,(Jakarta:Sinar
Grafika,2008),178.
[2]
Muslehuddin,Menggugat Asuransi Modern, (Jakarta:Lentera Basritama,1999),3.
[3] Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum,178.
[4]
Chairuman pasaribu,Hukum PerjanjianIslam,(Jakarta:Sinar Grafika,1994),84
.
[5]
Muslehuddin,Menggugat Asuransi Modern, 41.
[6]
M. hasan ali,Masa’il Fiqiyah Zakat Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan,(Jakarta:Raja
Grafindo Persada,1997),57.
[7]
Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah
di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),132.
[8]
Ibid.,122.
[9]
QS Thaha ayat 40
[10]Gemala
dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di
Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),134.
[11]
Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah
di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),125.