Wilayah Indonesia merupakan suatu kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke yang disebut dengan Nusantara. Wilayah kepulauan Nusantara kita ini merupakan pertemuan lempeng-lempeng yang sampai kini aktif bergerak, lempeng tersebut adalah lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Pertemuan ketiga lempeng tersebut menyebabkan terjadinya interaksi pada daerah yang berada pada zona pertemuan tersebut yaitu di hampir seluruh kepulauan Indonesia.
Indonesia bagian barat merupakan jaluran
dari benua Asia yang di sebut dengan Paparan Sunda. Paparan Sunda merupakan bentukan
tepi kontinen yang kurang stabil, dikelilingi oleh sistem busur vulkanik Sunda.
Paparan Sunda ini dapat disebut dengan Sunda Land yang wilayahnya meliputi
Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Begitu pula dikenal istilah Sunda Besar yang
meliputi pulau-pulau: Sumatera, Kalimantan, Pulau Jawa, dan Pulau Madura. Serta
Sunda Kecil yang terdiri dari pulau-pulau: Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba,
Flores, dan Timor (sekarang wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, dan Timor Timur).
Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu
tenggelam diterjang banjir besar seiring berakhirnya zaman es. Tatanan tektonik
Indonesia bagian Barat merupakan bagian dari sistim kepulauan vulkanik akibat
interaksi penyusupan Lempeng Hindia- Australia di Selatan Indonesia. Interaksi
lempeng yang berupa jalur tumbukan (subduction zone) tersebut memanjang mulai
dari kepulauan Tanimbar sebelah barat Sumatera, Jawa sampai ke kepulauan Nusa
Tenggara di sebelah Timur. Hasilnya adalah terbentuknya busur gunung api
(magmatic arc).
B.
Rumusan Masalah
Dari makalah yang membahas mengenai Paparan
Sunda ini dapat diperoleh rumusan makalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan paparan Sunda?
2.
Bagiamana proses geologi dari terbuntuknya Paparan Sunda?
3.
Bagaimana struktur geologi Paparan Sunda?
4.
Kepulauan apa saja yang terbentuk di Paparan Sunda?
C.
Tujuan
Beberapa tujuan yang ingin dicapai yaitu :
1.
Kita dapat mengetahui apa yang disebut dengan Paparan Sunda.
2.
Kita dapat mengerti proses terbentuknya Paparan Sunda.
3.
Kita dapat mengetahuin struktur geologi yang terbentuk didaerah
tersebut.
4.
Kita dapat menyebutkan beberapa kepulauan yang ada di daerah Paparan
Sunda.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Paparan Sunda
Paparan sunda adalah satu daratan benua
yang menyatu dengan Asia dan terbentang membentuk kawasan yang amat luas dan
datar namun bumi sekarang ini menjadi semakin panas dan sebagian daratan
Paparan Sunda tenggelam daerah ini tetap dapat didiami dan tetap subur.
2.2
Geologi Paparan Sunda
Wilayah kepulauan nusantara merupakan
pertemuan tiga lempeng yang saat ini masih aktif bergerak. Tiga lempeng
tersebut adalah lempeng Eurasia, lempeng indo Australia, dan lempeng pasifik.
Lemmpeng-lempeng itu menyebabkan interaksi ketiga lempeng tadi mengakibatkan
pengaruh pada hamper seluruh kepulauan yang ada di Indonesia. Pengaruh tersebut
dapat menimbulkan patahan atau sesar
yaitu pergeseran antara dua blok batuan baik secara mendatar, ke atas
maupun relative ke bawah blok lainnya. Patahan atau sesar ini
merupakan perpanjangan gaya yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan lempeng
utama. Patahan atau sesar inilah yang akan menghasilkan gempa bumi di daratan
dan tanah longsor.
Selain itu pertemuan Lempeng Samudra Hindia
dengan Lempeng Eurasia juga menghasilkan lajur gunung api yang memanjang dari
Sumatera sampai Nusa Tenggara dan membentuk sebuah rangkaian gunung api.
Rangkaian gunung api ini dikenal dengan istilah busur vulkanik dan berhenti di
Pulau Sumbawa, kemudian berbelok arah ke Laut Banda menuju arah utara ke daerah
Maluku Utara, Sulawesi Utara dan terus ke Filipina
Gambar 1. Peta pergerakan lempeng Daerah
Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya.
2.3
Kepulauan Paparan Sunda
Paparan Sunda merupakan bentukan tepi
kontinen yang kurang stabil, dikelilingi oleh sistem busur vulkanik Sunda. Hal
ini dikonsolidasikan oleh orogenesa yang terjadi di daerah ini pada Palaesoikum
Muda – Mesosoikum Tua. Siklus diatrofisma ini berawal di kepulauan Anambas dan
menyebar ke arah timur laut ke Natuna dan ke arah barat daya ke kepulauan Riau
dan Bangka Belitong.
Di kepulauan Anambas batuan beku basa
merupakan kelompok batuan tua yang diintrusi oleh batolit granit berumur Permo
Trias. Kelompok batuan ini sebanding
dengan batuan Permokarbon Pulu Melayu di Kalimantan Barat. Di kepulauan Natuna batuan tertua terdiri
dari batuan beku basal yang berasosiasi dengan rijang radiolarian.
Berikut ini merupakan kepulauan-kepulauan
di Paparan Sunda :
a.
Kepulauan Riau-Lingga
Batuan vulkanik dapat
disebandingkan dengan batuan gunugapi seri Pahang di Malaysia. Mereka
sebagian merupakan batuan berumur Permokarbon dan Trias. Intrusi granit
kemungkinan terjadi antara zaman Permokarbon dan Trias Atas. Batolit granit di
daerah ini sebagian besar berumur pasca
Trias, atau mungkin Yura. Cebakan timah di daerah ini berhubungan dengan
granit pasca Trias. Cebakan timah jarang
dijumpai di sebelah timur (Bintan dan Lingga) dan banyak dijumpai di sebelah
barat (Karimun, Kundur, Singkep). Jalur timah ini meluas ke tenggara sampai
Bangka dan Biliton. Pulau ini terdiri dari serpih dan kuarsit yang dapat
disamakan dengan batuan berumur Trias Atas di kepulauan Riau-Lingga, sebagai
busur yang diintrusi oleh batolit granit yang mengandung timah. Batolit granit
yang sekarang tersingkap, kemungkinan merupakan merupakan batuan dasar
(basement) regional dari batuan plutonik
granit. Karakter kulit bumi paparan Sunda sangat berhubungan dengan intrusi
granit pasca Trias (atau intra Yura),
dan pengaruh ikutannya.
b.
Kalimantan
Kalimantan merupakan daerah tektonik yang
komplek adanya interaksi konvergen atau koalisi antara tiga lempeng utama yakni
lempeng indo australia, lempeng pasifik dan lempeng asia yang membentuk daerah
timur Kalimantan.
Evolusi geologi jalur utara Kalimantan
barat dimulai dengan adanya penurunan geosinklin setelah pembentukan batuan
dasar sekis kristalin Pra Karbon.
Kegiatan ini diikuti intrusi batuan basa (gabro) dan ekstrusi (batuan basalan
dan basalan andesit dari Seri Molengraaff’s Pulau Melayu). Fase awal dari
perlipatan Permotrias, diikuti oleh penempatan batolit, terutama tonalitik.
Setelah denudasi kuat sehingga batolit-batolit
tersingkap, terjadi proses transgresi
Trias Atas. Sedimentasi berlanjut di bagian barat jalur ini sampai Lias,
dan diikuti oleh volkanisme asam sampai menegah. Fasa kedua adalah perlipatan
kuat pada zaman Yura. Transgresi Yura atas dan Kapur di daerah Seberuang
berumur Kapur (Zeylmans Van Emmichoven, 1939) menunjukkan adanya interkalasi
lava asam dan tufa asam. Pelipatan lemah terjadi akibat tekanan intrusi diorit
pada zaman Kapur Atas. Intrusi berlanjut sebagai intrusi hipabisal dan ekstrusi
batuan vulkanik Oligomiosen (terutama andesit hipersten horblenda, dengan
berbagai verietas asam lainnya). Di bagian Tersier bawah Cekungan Ketunggan juga merupakan
diorit holokristalin seperti dikemukakan Zeylmans Van Emmichoven (1939).
Intrusi yang pertama ini merupakan variasi
batuan plutonik asam yang sangat beragam
(dunit, peridodit) yang diakhiri dengan batuan granit plagioklas dan
porfirtik. Setelah pengangkatan pertama
batuan non-vulkanik ini Zona Meratus mengalami penurunan kembali. Pada
zaman Kapur tengah sampai atas terjadi
pengendapan dari hasil erosi kuat batuan berumur Yura yang terlipat serta masa
batuan plutonik peridotit dan granit.
Kapur terdiri dari fasies vulkanik dan non-vulkanik. Pada akhir Kapur
Zona Meratus mengalami pengangkatan kedua, dan aktivitas vulkanik berlangsung
sampai Tersier Bawah. Pengangkatan kedua ini menutup
aktivitas siklus orogenesa Zona Meratus. Zona Meratus merupakan contoh baik
untuk siklus pembentukan pegunungan. Pada zaman Yura dimulai dengan penurunan
geosinklin yang diikuti dangan vulkanik bawah laut dengan proses ofiolitnya,
sebagai awal mulainya pembentukan batuan plutonik basa dan ultrabasa. Penurunan
geosinklin ini disertai dengan dua kali pengangkatan. Geantiklin pertama
terjadi pada zaman Kapur Bawah. Ini didominasi batuan non-vulkanik, berupa
batolit granit yang diintrusikan ke pusat geantiklin. Pengangkatan kedua merupakan
aktivitas vulkanik dengan inti magmatik dari geantiklin sampai ke
permukaan.
c.
Kepulauan Sunda Kecil.
Kepulauan Sunda Kecil merupakan bagian dari
Sistem Pegununggan Sunda. Evolusi orogenesa di kawasan berhubungan dengan Busur
Banda. Ada dua deret jenis batuan beku dalam sistem ini (Roevei, 1940). Batuan
tertua di Timor berumur Perm, berupa kelompok basal trakit yang mempunyai
karakter Atlantik lemah. Batuan vulkanik ini dierupsikan pada awal pembentukan
geosinklin. Setelah itu Sistem Orogenesa Timor berkembang. Seri lain berupa
komplek ofiolit – split, yang berumur Pra Miosen. Batuan ini merupakan bagian dalam dari geosinklin, yang juga dapat
dijumpai secara luas lingkaran luar Busur Banda. Batuan beku ini mempunyai
karakter Mediteran yang kontras dengan seri Atlantis. Seri Mediteran bersifat
potasik, dierupsikan pada saat akhir siklus orogenesa, di bagian dalam busur
vulkanik. Contoh dari batuan ini adalah lava yang mengandung leusit dari erupsi
G. Batu Tara, Tambora dan Soromandi. Tipe lain di bagian dalam busur
vulkanik Kepulauan Sunda Kecil dibentuk
oleh granodiorit Tersier. Di Flores
terdapat bantuan berumur intra Miosen, sedang di Lirang maupun Wetar yang
diduga berumur Neogen. Di dalam busur vulkanik ini terdapat tiga siklus
aktivitas vulkanik: Neogen Tua, Neogen muda dan Kwarter sampai Resen. Dua
siklus tertua didorong oleh intrusi batolit granodiorit yang naik sampai
beberapa kilometer di bawah permukaan.
Pengangkatan terakhir terjadi pada Plio-Plistosen disebabkan oleh pengaktifan kembali vulkanik yang akan padam.
Ini merupakan tipikal pembentukan gunungapi di Maluku yang merupakan jalur
vulkanik di luar cekungan.
d.
Jawa
Jawa merupakan bagian dalam dari busur
vulkanik Sistem Pegunungan Sunda. Pada zaman Mesosoikum jalur ini berada di
bagian geantiklin yang jauh di sebelah utara.
Di sini ofiolit bercampur dengan sedimen Pra Tersier, misalnya di daerah Luk Ulo dan
Ciletuh, Jawa Barat. Batuan Pra Tersier
di Luh Ulo terdiri dari sepertinit, gabro dan diabas (Harloff, 1933).
Batuan Pra Tersier di Ciletuh juga mengandung batuan beku basa
dan asam yang termetamorfosakan (gabro, peridotit dan serpentinit) dengan sekis
klorit dan filit. Pada akhir geantiklin Mesosoikum terjadi proses pengangkatan.
Pengangkatan pertama bukan merupakan aktivitas non-vulkanik. Akhir Tersier
merupakan perioda penurunan. Endapan non-vulkanik berumur Eosen
diendapkan secara trangresi di atas komplek batuan dasar Pra Tersier. Selanjutnya pada akhir Paleogen
magma sampai permukaan, dan perioda vulkanik kuat dimulai, dengan beberapa
menunjukkan karakter bawah laut (Andesit tua, siklus awal dari vulkanik
Pasifik).
Pada Miosen tengah jalur vulkanik Jawa
didorong oleh batolit granit sampai granodiorit, sehingga menghasilkan
vulkanik-vulkanik Andesit Tua yang sangat basa. Batuan beku holokristalin Intra
Miosen sekarang tersingkap di Merawan, Jiwo, Luh Ulo, Tenjo Laut, Cilaju, Bayah
dan lainnya (misalnya tufa dasit atau dasit di Genteng, selatan Tenjolaut) yang
mengakhiri siklus vulkanik berafinitas Pasifik.Siklus vulkanik kedua terjadi
pada zaman Neogen akhir, yang diakhiri oleh pengngkatan kedua dari busur
vulkanik. Selanjutnya siklus ketiga berlangsung terus sejak Kwarter sampai
sekarang. Kenampakan khas dari siklus kedua dan ketiga vulkanik ini adalah
intrusi dan ekstrusi sepanjang tepi selatan geantiklin Jawa yang menunjukkan
keanekaragaman batuan-batuan alkali. Intrusi Neogen akhir di Zona Bogor (Jawa
Barat) dan Pegunungan Serayu Selatan di Jawa Tengah menunjukkan karakter
essexitic. Pada zaman Kwarter gunungapi yang menghasilkan leusit hadir di timur
laut Jawa yang merupakan sisi dalam geantiklin vulkanik (Muria, Ringgit).
e.
Sumatra
Bukit Barisan di Sumatra dibentuk dengan
cara seperti geantiklin Jawa Selatan. Selama Mesosoikum jalur ini merupakan
bagian muka busur dari geantiklin yang berukuran lebih luas dari Bukit Barisan
saat ini. Endapan di geosinklinal terlipat kuat membetuk isoklin dengan arah
gerak dari timur laut ke barat daya. Proto Barisan masih terdapat batuan
non-vulkanik. Sepanjang lereng timur dari geantiklin Barisan berumur Kapur
masih terdapat granit yang telah mengalami perlipatan kuat. Busur ini dimulai
dari pulau Berhala di selat Malaka utara, meluas di sepanjang Suligi-Lipat Kain dan Lisun-Kuantan, serta
melipat kuat sampai sebelah timur danau Singkarak dan Jambi. Umur granit di bagian utara jalur (pada granit pembawa
timah di Berhala dan Suligi-Lipat Kain) diperkirakan Yura. Di bagian lebih
selatan berumur Karbon dan Permokarbon,
dan sebagian pasca Trias. Kemungkinan
granit di Lampung yang mengintrusi sekis kristalin dan geneis dari komplek
batuan dasar tua merupakan bagian dari lipatan ini.Seperti halnya busur vulkanik
Pulau Jawa dan Sunda Kecil, pulau Sumatra mengalami tiga siklus aktivitas
vulkanisma. Siklus pertama terjadi pada akhir Paleogen dan diakhiri oleh
pengangkatan intra Miosen. Pengangkatan ini diikuti oleh intrusi batolit
granodiorit, yang menjadi dasar dari batuan vulkanik Andesit tua.
Di permukaan kenaikan magma granit ini
diikuti oleh erupsi paroksismal dari letusan Katmaian yang mengeluarkan aliran
tufa asam dengan jumlah yang sangat besar.Sepanjang Neogen atas, siklus kedua
aktivitas vulkanik Pasifik terbentuk dan diakhiri oleh pengangkatan
Plio-Plistosen. Selanjutnya erupsi paroksismal itu ditutup oleh letusan magma
batolit granit yang berada di dekat permukaan (Semangko, Ranau, Toba). Demikian
juga tufa asam Lampung di Sumatra selatan dan tufa Bantam di Jawa Barat dan di
selat Sunda dierupsikan pada periode ini. Akhirnya siklus ketiga terbentuk,
menumbuhkan kerucut-kerucut vulkanik di sepanjang Bukit Barisan. Sedikit
berbeda terdapat pada erupsi efusif basal olivin resen yang terjadi di Sukadana
Lampung. Irupsi celah ini terdapat di tepi perisai kontinen Dataran Sunda, dan
dapat disebandingkan dengan erupsi efusif basal di Midai, Niut - Karimun
Jawa.
f.
Pulau Barat Sumatra.
Kepulauan ini memberi gambaran yang berbeda
dari busur luar Sistem Pegunungan Sunda.
Selama zaman Tersier jalur ini merupaka palung busur dari Zona
Barisan. Pada zaman Eosen, intrusi basa dan ultrabasa yang terserpentinitisasi
hadir. Pada zaman Kwarter pembentukan busur geantiklin pada jalur ini dimulai,
dan berlanjut sampai saat ini. Anomali isostatik negatif pada jalur ini
menandakan adanya energi potensial yang mmungkin muncul. Pengangkatan pertama
dari palung busur ini seluruhnya batuan non-vulkanik, dan sesuai dengan aturan
umum dari evolusi orogen di Kepulauan Indonesia.
Pada periode tektonik ini juga terjadi
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko
yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang
terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan
Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di
daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat
pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio – Plistosen menghasilkan
lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah
timur laut – barat daya dan barat laut – tenggara. Jenis sesar yang terdapat
pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut –
tenggara sebagai hasil orogenesa Plio – Plistosen. Dengan demikian pola
struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara –
selatan dan barat laut – tenggara serta pola muda yang berarah barat laut –
tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.
BAB III
KESIMPULAN
•
Bagian wilayah yang termasuk di Paparan Sunda(kepulauan Riau-Lingga,
kalimantan, jawa, sumatra, pantai barat sumatra) merupakan bagian dari sistem
busur sunda. Baik itu busur dalam maupun busur luar.
• Paparan sunda memiliki dua jalur pegunungan
vulkanik dan non vulkanik.